Ratusan guru honorer di DKI Jakarta menjadi korban pemecatan sepihak oleh sekolah tempat mereka mengajar.
Berdasarkan laporan yang diterima Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) total ada 107 guru honorer yang diberhentikan. Pemberhentian sepihak dilakukan bertepatan dengan dimulainya tahun ajaran baru pada awal Juli.
Kepala Bidang Advokasi Guru Iman Zanatul Haeri ratusan guru yang diberhentikan itu berasal dari tingkat SD, SMP hingga SMA.
Menurutnya, tidak ada penjelasan dari kepala sekolah hingga Dinas Pendidikan soal pemberhentian itu. Ia mengatakan para guru honorer sedang menunggu seleksi PPPK 2024. Jika diberhentikan, kesempatan mereka untuk ikut PPPK bisa hilang.
Seorang guru honorer di Jakarta bernama Ara (28) mengaku dipecat secara lisan oleh kepala sekolah tempatnya mengajar pada Mei lalu.
Guru honorer mata pelajaran Bahasa Inggris itu tiba-tiba dipanggil oleh kepala sekolah. Saat itu, kepala sekolah menegaskan bahwa Ara sudah tak bisa lagi mengajar di sekolahnya.
“Saya langsung keluar hari itu juga. Lisan saja, tidak ada surat enggak ada apapun gitu,” kata Ara saat dihubungi, Rabu (17/7).
Tak berhenti di situ, Data Pokok Pendidikan (Dapodik) milik Ara juga dinonaktifkan usai pemberhentian tersebut.
Sementara itu, Dinas Pendidikan DKI Jakarta membantah telah memecat ratusan guru honorer secara sepihak. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan DKI Budi Awaluddin mengatakan pihaknya tengah melakukan penataan guru honorer.
“Jadi, bukan dipecat. Kami melakukan penataan dan penertiban dalam rangka agar para guru itu benar-benar tertib,” kata Budi di Balai Kota DKI, Rabu (17/7).
Budi menyebut para guru honorer diangkat oleh kepala sekolah tanpa melalui proses seleksi yang jelas. Mereka digaji menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Padahal, lanjut dia, Dinas Pendidikan DKI Jakarta telah melarang satuan pendidikan untuk menerima guru honorer sejak 2017 lalu. Meski begitu, beberapa sekolah tetap mengangkat guru honorer dan menggajinya dengan dana BOS.
Ia menjelaskan dalam Permendikbud Nomor 63 tahun 2022 disebutkan guru yang dapat diberikan honor dengan dana BOS harus memenuhi empat persyaratan seperti berstatus bukan aparatur sipil negara, tercatat pada Dapodik, memiliki nomor unik pendidik dan tenaga kependidikan (NUPTK), serta belum mendapatkan tunjangan profesi guru.
“Dari keempat tersebut ada dua yang tidak dimiliki yaitu mereka tidak terdata dalam Dapodik dan mereka tidak mempunyai NUPTK,” jelas Budi.
“Jadi apa yang dilakukan para kepala sekolah selama ini mengangkat para guru honorer tidak sepengetahuan dari Dinas Pendidikan dan tidak sesuai dengan kebutuhan, pengangkatannya tidak di-publish, dan pengangkatannya subjektivitas,” imbuhnya.
Menanggapi hal itu, Komisi E DPRD DKI Jakarta menyatakan akan memanggil Dinas Pendidikan DKI Jakarta pada pekan depan.
Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Abdul Aziz meminta agar Dinas Pendidikan DKI Jakarta menjelaskan terkait pemberhentian guru honorer secara sepihak kepada DPRD DKI Jakarta dan masyarakat.
Selain itu, ia juga meminta Dinas Pendidikan DKI Jakarta menunda kebijakan tersebut hingga terpilih dan dilantik gubernur DKI Jakarta yang baru.
“Jika benar terjadi PHK terhadap guru honorer, kami sangat menyesalkan hal tersebut. Kami DPRD DKI akan memanggil Dinas Pendidikan DKI untuk menjelaskan latar belakang dan tujuan diambil langkah tersebut. Mungkin pekan depan,” kata Aziz.