Seorang siswi SMP di Surabaya, Jawa Timur, diduga mengalami pemerkosaan oleh teman sebayanya. Aksi kekerasan seksual itu pun direkam dan disebarluaskan oleh terduga pelaku.
Kasus itu pun sudah dilaporkan orangtua korban ke polisi dan ditangani Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polrestabes Surabaya pada 25 Juli lalu.
Saat dikonfirmasi, Kasi Humas Polrestabes Surabaya AKP Haryoko Widhi mengatakan kasus dugaan pemerkosaan itu sudah ditangani penyidik.
“Sudah ditangani oleh PPA dan saat ini prosesnya sudah penyidikan. Kasusnya masih berlanjut,” ucap Haryoko, Jumat (4/10).
SL (34) selaku ibu kandung korban mengatakan sampai saat ini anaknya masih trauma atas kekerasan seksual yang terjadi pada pertengahan Juli lalu. Dia berharap agar polisi segera menindak kasus ini dan meringkus terduga pelaku yang telah dilaporkannya pada 25 Juli lalu.
SL bercerita pada pertengahan Juli 2024 lalu putrinya berkenalan dengan teman sebaya yang berbeda sekolah melalui media sosial.
Singkat cerita, terduga pelaku dan korban bertemu di Jalan Tunjungan. Sesampainya di sana, mereka berdua sempat cekcok. Lantas anaknya diajak ke rumah terduga pelaku di daerah Tandes.
“Kata anak saya awalnya diajak keluar ke Jalan Tunjungan. Mereka [sempat] berantem dan anak saya diajak pulang ke rumah terlapor,” kata SL, Jumat.
Di rumah pelaku tersebut, korban lalu dipaksa berhubungan intim. Korban menolak ajakan tersebut. Pelaku lalu menyampaikan ancaman kepada korban.
“Anak saya diancam disuruh pulang naik ojek online. Karena saat itu anak saya tidak pegang uang akhirnya anak saya terpaksa [menuruti pelaku],” tutur SL.
Di tengah aksinya itu, terduga pelaku ternyata merekam tindak pemerkosaan itu.
Dari pengakuan putrinya, SL menyebut, rekaman itu bakal dimanfaatkan pelaku untuk mengancam korban supaya mau menuruti nafsu bejatnya di kemudian hari.
Korban sempat marah dan meminta menghapus video itu. Namun terduga pelaku justru menyebarluaskan rekaman itu ke teman sekolah korban.
Ibu korban mengatakan, akibat kejadian itu, putrinya mengalami trauma hingga tidak mau masuk sekolah karena malu. Bahkan dia sampai pindah sekolah.
Namun, di sekolah barunya. Jejak digital korban itu juga diketahui di lingkungan barunya. Sehingga korban mengalami bullying atau perundingan.
“Setelah pindah sekolah, anak saya jadi korban bully juga. Kemarin pihak Pemkot Surabaya sudah mendatangi sekolah agar bisa mengontrol murid-muridnya,” tutur ibu korban.
Ibu korban tidak tinggal diam mengetahui putrinya menjadi korban tindakan asusila. Ia telah melaporkan kasus ini ke Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polrestabes Surabaya pada 25 Juli lalu.