Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mendorong revisi UU No. 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Program Manager ICJR, Adhigama Andre Budiman menilai UU tersebut telah 17 tahun berlaku dan belum pernah direvisi sama sekali.

“Usulan ke-7 untuk revisi UU 21/2007 Tentang TPPO, 17 tahun sejak 2007 UU ini belum ada dievaluasi,” kata Adhi dalam rapat dengan Komisi III DPR, Jakarta, Kamis (7/11).

Adhi menyoroti salah satu permasalahan di UU itu yakni terkait persetujuan anak dalam kasus TPPO.

Ia menyatakan dalam proses persidangan, pelaku masih bisa lolos dari jerat hukum jika dinilai mendapatkan persetujuan dari anak ataupun orangtua anak.

“Sehingga pelaku yang sebenarnya sudah memenuhi unsur-unsur perdagangan orang dapat dibebaskan karena dianggap ada persetujuan dari si anak,” ucapnya.

Lalu, Adhi juga menyinggung soal keterbatasan jangkauan pengaturan yang belum bisa mengkriminalisasi pelaku utama kasus TPPO. Ia menyatakan Pasal 4 UU TPPO hari ini hanya bisa menjerat pelaku lapangan, belum menjangkau hingga ke pelaku utama kasus.

“Di pasal 4 UU TPPO ini proses hanya difrasakan dengan membawa. Jadi orang yang mengirimkan korban dari Indonesia ke luar Indonesia itu bisa dijerat. Namun, pelaku utama yang sebenarnya merupakan otak dari organisasi perdagangan orang ini tidak dijerat,” ujar dia.

Selain itu, Adhi juga menitipkan ke DPR agar jika merevisi UU tersebut untuk memerhatikan bentuk-bentuk eksploitasi. Ia meminta DPR agar bentuk eksploitasi dalam TPPO diselaraskan dengan peraturan lain yang beririsan.

“Seperti eksploitasi seksual diselaraskan dengan UU TPKS. Kemudian penyelundupan manusia diselaraskan dengan UU Keimigrasian,” ucapnya.