Duo Muller bersaudara dinyatakan terbukti bersalah dalam kasus tindak pidana pemalsuan surat hingga klaim lahan Dago Elos, Kota Bandung, Jawa Barat.
Atas dasar itu Majelis Hakim PN Bandung menjatuhkan vonis 3 tahun dan lima bulan penjara masing-masing terhadap terdakwa Heri Hermawan Muller dan Dodi Rustandi Muller.
Vonis keduanya dibacakan di Pengadilan Negeri Bandung, pada Senin (14/10). Berdasarkan pantauan di dalam ruang sidang itu terlihat pula dipenuhi warga dari Dago Elos.
“Mengadili, menyatakan terdakwa I dan terdakwa II terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindakan pidana mempergunakan akta otentik yang isinya berisi keterangan palsu seolah-olah isinya benar, sebagaimana dakwaan alternatif keempat. Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada para terdakwa masing-masing dengan hukuman 3 tahun dan 5 bulan kurungan,” Ketua Majelis Hakim PN Bandung, Syarif, saat membacakan amar putusannya.
Vonis terhadap Muller bersaudara itu, lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntut keduanya dengan hukuman 5 tahun 6 bulan penjara.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim turut mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan. Hal yang memberatkan yaitu perbuatan duo Muller bersaudara tersebut telah merugikan orang lain.
“Hal yang memberatkan, perbuatan para terdakwa merugikan orang lain. Hal yang meringankan, terdakwa belum dipidana dan para terdakwa bersikap sopan,” ujar hakim.
Dua terdakwa Muller bersaudara, Heri dan Dodi, sebelumnya didakwa melakukan pemalsuan surat seperti akta kelahiran maupun Acte Van Prijgving Van Eigendom Vervonding, atas kepemilikan lahan di Dago Elos.
Kasus ini bermula, saat keduanya mengklaim sebagai ahli waris dari seorang kewarganegaraan Belanda bernama Goerge Hendrik Muller. Sosok Goerge ini yang kemudian mengklaim sebagai pemilik lahan di Dago Elos berdasarkan Acte Van Prijgving Van Eigendom Vervondings bernomor 3740, 3741 dan 3742 seluas 5.316 meter persegi, 13.460 meter persegi dan 44.780 meter persegi.
Dari hasil pemeriksaan, ternyata akta kelahiran Heri maupun Dodi dinyatakan nonidentik yang bermodal discan. Duo Muller bersaudara itu juga terungkap tak pernah mengajukan perubahan maupun penambahan nama Muller melalui permohonan ke pengadilan.
“Berdasarkan pemeriksaan labolatorium kriminalistik, akta kelahiran terdakwa 1 dan terdakwa 2, tidak terdapat kata Muller dalam nama kedua terdakwa. Terdakwa juga tidak pernah mengajukan permohonan perubahan atau menambah nama dalam akta kelahirannya dengan mengajukan permohonan ke pengadilan,” kata Jaksa Sunarto dalam dakwaannya.
Kemudian, JPU juga menyinggung mengenai klaim kepemilikan lahan dari keduanya berdasarkan Eigendom Vervondings bernomor 3740, 3741 dan 3742. JPU menyatakan, berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria, duo Muller bersaudra tidak pernah menguasai maupun meningkatkan status kepemilikan lahannya setelah undang-undang itu diberlakukan.
“Bahwa berdasarkan ketentuan konvensi Undang-undang Pokok Agraria, terdakwa 1 dan terdakwa 2 beserta orang tuanya tidak pernah meningkatkan status eigendom vervondings plus sertifikat, tidak dilakukan pencatatan pada awal berlakunya undang-undang tersebut,” ucap Sunarto.
“Kemudian, terdakwa 1 dan terdakwa 2 tidak pernah melakukan penguasaan atas tanah tersebut, tanah tersebut telah dikuasai oleh negara sehingga dianggap tanah tersebut telah diterbitkan bukti kepemilikan kepada masyarakat,” ungkapnya menambahkan.
Jaksa pun menyatakan bahwa Muller bersaudara bisa memenangkan gugatan kepemilikan lahan melawan 335 warga Dago Elos, plus Pemkot Bandung. Padahal kata jaksa, sebelum gugatan itu dimenangkan Muller bersaudara, sudah ada 73 warga Dago Elos beserta pemerintah yang telah 20 tahun menduduki lahan di sana bermodal bukti kepemilikan berupa sertifikat hak milik (SHM), sertifikat hak guna bangunan dan kartu inventaris barang (KIB) Pemkot Bandung.