Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menahan bos Sriwijaya Air Hendry Lie sebagai tersangka dalam kasus korupsi tata niaga timah di wilayah IUP PT Timah tahun 2015-2022.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Abdul Qohar mengatakan penahanan tersebut dilakukan pihaknya usai menangkap Hendry Lie di Terminal dua Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, pada Senin (18/11) sekitar pukul 22.30 WIB.
Ia menjelaskan penangkapan itu dilakukan usai Hendry Lie terdeteksi kembali ke Indonesia menggunakan pesawat terbang usai menjalani pengobatan di Singapura. Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Abdul menyebut pria yang merupakan pendiri maskapai Sriwijaya Air ini, juga sudah berulang kali mangkir dari panggilan pemeriksaan yang dilayangkan oleh penyidik.
“Penyidik pada Jampidsus telah melakukan pemanggilan terhadap yang bersangkutan beberapa kali secara patut namun yang bersangkutan tidak pernah hadir memenuhi panggilan tersebut,” ujarnya dalam konferensi pers, Senin (18/11) malam WIB.
Pasca penangkapan tersebut, Abdul mengatakan pihaknya langsung membawa Hendry Lie untuk diperiksa pertama kali sebagai tersangka. Untuk mempermudah proses penyidikan, kata dia, Hendry Lie juga akan langsung ditahan di Rutan Salemba cabang Kejari Jakarta Selatan.
“Dilakukan penahanan selama dua puluh hari ke depan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan,” tuturnya.
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan total 23 orang sebagai tersangka korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah. Mulai dari Direktur Utama PT Timah 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani hingga Harvey Moeis sebagai perpanjangan tangan dari PT Refined Bangka Tin.
Kejagung menyebut berdasarkan hasil perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) nilai kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut mencapai Rp300,003 triliun.
Rinciannya yakni kelebihan bayar harga sewa smelter oleh PT Timah sebesar Rp2,85 triliun, pembayaran biji timah ilegal oleh PT Timah kepada mitra dengan sebesar Rp26,649 triliun dan nilai kerusakan ekologis sebesar Rp271,6 triliun.